I. PENDAHULUAN
Di antara tujuan utama dari
syari'at Islam adalah mempertahankan atau menjaga jiwa manusia. Berdasarkan hal
tersebut, maka datang hukum-hukum syari'at dalam masalah yang ada di
masyarakat. Di antaranya hukum-hukum tersebut adalah perintah untuk
membersihkan diri dan bersuci dari najis yang hakiki (seperti air kencing dll).
Syari'at Islam telah memperincikannya,
karena najis-najis ini merupakan tempat di mana di dalamnya terdapat banyak
sumber (penyebab) yang membahayakan, seperti halnya penyebab penyakit. Serta di
dalam syariat Islam terdapat bermacam-macam pembersih atau penyuci dari
najis-najis tersebut. Hal itu tergantung pada jenis najis dan bentuknya, di
antara najis-najis tersebut ada yang bisa dihilangkan dan dibersihkan dengan
mencucinya dengan air atau menuangkan air di atasnya. Selain itu ada pula yang
dibersihkan dengan menggosoknya dengan tanah, atau dengan menghilangkan najisnya
atau dengan mengubahnya ke zat lain.
Dalama syari'at Islam, najis dibagi
menjadi dua, yaitu najis mughalazhah (besar/berat) dan mukhaffah (ringan). Dari
pembedaan dan pembagian ini ada yang berkaitan dengan pembedaaan antara air
kencing bayi laki-laki, yang hanya mengonsumi ASI saja dengan air kencing bayi
perempuan. Maka syari'at Islam menjadikan air kencing bayi laki-laki sebagai
bagian dari najis mukhaffah (ringan) dan cukup dibersihkan dengan percikan air
di atasnya, sementara syari'at menjadikan air kencing bayi wanita sebagai
bagian dari mughalazhah (besar atau berat) dan tidak sempurna cara penyucian
atau pembersihannya kecuali dengan mencuci sisa-sisanya dengan air.
Ilmu pengetahuan modern telah
mengungkap sebuah rahasia di antara beberapa rahasia di balik pembedaan antara
air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan, dan menetapkan bahwasanya di
sana ada perbedaan di antara keduanya. Dan dalam makalah ini, akan dipaparkan
tentang hal-hal yang membedakan antara air kencing bayi laki-laki yang hanya
mengonsumsi ASI dan bayi perempuan.
II. RUMUSAN
MASALAH
- Bagaimana Hasil Penelitian Modern Tentang Kencing Bayi?
- Apa Sajakah Nash yang Memberitahukan Tentang Cara Mensucikan Kencing Bayi?
- Bagaimana Pendapat yang Beredar Tentang Najis Kencing Bayi dan Cara Mensucikannya?
III. PEMBAHASAN
Najis dibagi menjadi dua, yaitu
najis haqiqi dan najis hukmi. Najis haqiqi adalah ‘ain (zat)
benda yang najis dan pembersihannya dilakukan dengan air bersih. Cara
menggunakannya air dan membersihkannya, yaitu ada yang cukup dengan menyiramkan
air bersih saja ke bekas najis tersebut (seperti pada air kencing bayi
laki-laki yang masih menyusu; seperti yang disebutkan di dalam hadist dari Ummi
Qais yang Muttafaq ‘alaih dan dari Ali bin Abi Thalib yang diriwiyatkan
oleh Ahmad), ada yang mencucinya dengan air sebanyak tiga kali (seperti yang
dikemukakan Mazhab Hanafi dalam membersihkan air kencing), dan ada pula yang
sampai tujuh kali. Sedangkan najis hukmi artinya secara hukum keadaan
seseorang dianggap sebagai bernajis hingga wajib dibersihkan.
Najis haqiqi ini dibagi menjadi
lima macam, yaitu; najis mughallaza (berat), najis mutawassitah (pertengahan,
sedang), najis mukhaffafah (ringan), najis kering, dan najis
basah.[1]
- Hasil Penelitian Air Kencing Bayi
Penelitian
ilmiah modern yang dilakukan di bidang ini mengungkapkan adanya perbedaan
antara urin (air kencing) bayi laki-laki dan bayi perempuan. Di antaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Ashil Muhammad Ali dan Ahmad Muhammad Shalih dari
Universitas Dohuk, Irak. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai
berikut:
Persentase
keberadaan bakteri dalam urin atau air kencing bayi dalam masa menyusu dan bayi
yang baru lahir, di mana mereka mengumpulkan sampel urin bayi secara acak yang
berjumlah 73 bayi (35 perempuan dan 38 laki-laki).
Kemudian
mereka mengklasifikasikan ke dalam empat kelompok umur; umur di bawah satu
bulan, umur satu bulan sampai dua bulan, kemudian (dari dua bulan) sampai tiga
bulan dan kemudian lebih dari tiga bulan dengan kemungkinan meningkatnya
konsumsi makanan. Sampel dikumpulkan dan langsung diperiksa, dengan
mempertimbangkan kemungkinan tingkat maksimum sterilisasi dan menghindari
kontaminasi.
Dalam
penelitian tersebut menggunakan metode Dr. Hans Christian Gram, yang ditemukan
pada tahun 1884 dalam pewarnaan bakteri (metode Gram staining), di mana warna
ungu menunjukkan bakteri Gram positif dan warna merah untuk negatif. Semua
sampel yang diuji dengan memilih bidang bakteri mikroskopis untuk menghitung
jumlah bakteri dengan menggunakan standar pembesaraan 100 kali lipat. Ditemukan
bahwa semua Gram negatif, dan diklasifikasikan bahwa ia masuk sebagai bakteri
Escherichia Coli.
Artinya adalah
sebagai berikut:
Pertama:
Pada kelompok usia nol sampai 30 hari, presentase keberadaan bakteri dalam urin
bayi perempuan 95,44% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di
mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai
41,9 sedangkan pada bidang yang sama untuk bayi laki-laki hanya berjumlah 2
saja.
Kedua:
Pada kelompok umur (dari satu bulan sampai dua bulan) presentase keberadaan
bakteri dalam urin bayi perempuan 91,48% lebih banyak dibandingkan pada urin
bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi
perempuan mencapai 24,1 sementara jumlah dalam bayi laki-laki hanya 2,25.
Ketiga:
Pada kelompok usia 2-3 bulan, presentase keberadaan bakteri dalam urin bayi
perempuan 93,69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana
jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 24,1
sementara jumlah pada kasus bayi laki-laki hanya 1,6.
Keempat:
Pada kelompok usia lebih dari 3 bulan, presentase bakteri dalam urin bayi
perempuan 69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana
jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan 13,9 sementara
dalam kasus urin bayi laki-laki jumlahnya 6,8. Dan di antara perbandingan di
antara jenis yang sama kita cermati bahwa presentase jumlah bakteri pada
perempuan (urin bayi perempuan) terus menurun dengan bertambahnya usia, di mana
presentase tersebut pada kelompok usia kurang dari satu bulan adalah 41,9, sedangkan
pada kelompok usia di atas tiga bulan kita cermati bahwa prosentasenya turun
menjadi 13,9 bertolak belakang dengan apa yang diamati pada laki-laki. Di mana
presentase bakteri dalam kelompok usia kurang dari dua bulan lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah yang ada pada kelompok usia di atas tiga bulan (
yaitu 6,8).
Di
simpulkan dari hal ini bahwa presentase bakteri pada perempuan adalah tinggi
sejak hari-hari awal usianya, tanpa melihat perkembangan usia dan terlepas dari
apakah ia sudah mulai mengonsumsi makanan atau tidak. Adapun laki-laki maka
keberadaan bakteri jauh lebih rendah pada hari-hari pertama usianya. Dan presentase
ini mulai meningkat secara bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika
melewati bulan ketiga dari usianya, yang mana meningkatnya kemungkinan mulai
peningkatan presentase tersebut dengan mengonsumsi makanan .[2]
Dalam
penelitian lain, Dr Shalahuddin Badr menetapkan bahwa di sana ada perbedaan
antara urin bayi laki-laki yang masih menyusu dengan urin perempuan. Dan
kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: Ilmu pengetahuan pada hari
ini menetapkan bahwa urin mengandung bakteri pathogen dalam jumlah yang besar,
yang menyebabkan penularan banyak jenis penyakit ganas.
Di
antara bakteri ini adalah: Bakteri E. coli (Escherichia Coli), staphylococcus,
difteri, bakteri streptokokus, jamur candida, dan lain-lain. Oleh sebab itu
wajib mencuci, membersihkan tubuh dan pakaian dari urin ini sehingga tidak
terkena penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari jenis bakteri pathogen
ini.
Ilmu
pengetahuan telah membuktikan bahwa urin anak yang baru lahir adalah steril,
dan tidak ada bakteri jenis apapun di dalamnya, tapi kemudian setelah itu ia
membawa bakteri, dan kebanyakan kontaminasi bakteri berasal dari saluran
pencernaan.
Dan
Dr. Shalahuddin dalam penelitiannya menegaskan bahwa urin bayi laki-laki yang
masih menyusu, yang hanya mengonsumsi ASI saja (susu alami) tidak mengandung
bakteri jenis apapun. Sementara pada bayi perempuan yang masih menyusu
mengandung beberapa jenis bakteri, dan dia mengembalikan hal ini kepada
perbedaan jenis kelamin.
Hal
ini disebabkan oleh saluran kencing perempuan lebih pendek daripada saluran
pada laki-laki, di samping adanya sekresi kelenjar prostat yang ada pada
laki-laki, yang berperan untuk membunuh kuman. Oleh karena itu urin bayi
laki-laki yang belum memakan makanan tidak mengandung bakteri berbahaya. Dan
sebagai akibat dari perbedaan anatomi sistem pembuangan urin pada perempuan dan
laki-laki, maka perempuan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri
dibandingkan laki-laki. Maka suatu hal yang mudah untuk berpindahnya bakteri ke
kandung kemih pada wanita, terutama bakteri yang berpindah dari ujung sistem
pencernaan dan berhubungan dengan saluran kemih, dan kebanyakan bakteri
tersebut adalah bakter coliform. Hal itu karena struktur anatomi sistem
pembuangan urin, dan kecilnya saluran kemih jika dibandingkan dengan sistem
pada laki-laki.
Ilmu
pengetahuan hari ini telah mengungkap bahwa menyusui bayi dengan selain ASI,
seperti susu formula atau dengan makanan lainnya, baik yang alami maupun buatan
menyebabkan terjadinya kontaminasi urin, dimana ASI mencegah keberadaan bakteri
coliform dalam urinnya. Selain itu ada beberapa jenis sukrosa di dalam ASI yang
mencegah menempelnya bakteri tersebut sel epitel di dalam sistem kemih, yang
menyebabkan tidak terjadinya kontaminasi urin dengan bakteri coliform, dan
dengan demikian urin menjadi steril (Diringkas dari British Medical Journal).
Dari
sini bisa dilihat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
mengetahui hal tersebut semenjak 14 abad yang lalu, padahal di zaman beliau shallallahu
'alaihi wasallam belum ada mikroskop dan alat-alat penelitian canggih yang
lainnya. Ini semakin menguatkan iman kita akan kebenaran ajaran Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, dan bahwasanya yang beliau bawa adalah dari Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Dan juga membuktikan kepada Barat dari kalangan orang kafir dan
orang-orang yang kagum pada mereka bahwa ajaran Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam adalah wahyu dari Allah, bukan karangan beliau shallallahu
'alaihi wasallam. Maka tidaklah kalian beriman? Wallahu Ta'ala A'lam.
” Air kencing bayi laki-laki (dibersihkan
dengan) disiram/diperciki air dan air kencing bayi perempuan dicuci,” Qatadah
rahimahullah berkata:” Ini kalau keduanya belum memakan makanan, sedangkan jika
sudah memakan makanan maka dicuci air kencing dari keduanya,” (HR. Ahmad dalam
Musnad beliau no. 563, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syu’aib al-Arna’uth
dalam Ta’liq beliau terhadap al-Musnad). [3] Meskipun begitu, dikalangan ulama
masih ada perdebatan dalam menghukumi najis ini.[4]
B.
Tanya
jawab di dalam internet
Pertama:
Hukum najisnya air kencing anak bayi laki-laki yang belum makan, ada perbedaan
pendapat di dalamnya antara kelompok yang menajiskan dengan yang tidak
menajiskan. Menurut Asy-Syafi`iy: sama-sama menganggap bahwa air kencing anak
bayi laki-laki yang belum sempat memakan apapun kecuali air susu ibunya
termasuk najis yang ringan. Untuk mensucikannya cukup dengan dipercikan air
pada tempat pakaian yang kena air kencingnya. Hal yang sama juga berlaku pada
muntahnya. (lihat Muhgni AL-Muhtaj 1:84, Kasysyaf Al-Qanna` 1 :217 dan
Al-Muhazzab 1:49). Dalil yang digunakan adalah hadits berikut: Dari Ummi
Qais binti Mihshan bahwa dia membawa anak bayi laki-lakinya yang belum makan
apa-apa dan didudukkan oleh Rasulullah SAW di kamarnya, lalu anak itu kencing
di baju beliau. Rasulullah SAW meminta diambilkan air dan dipercikkan air itu
tanpa dicuci. (HR Bukhari dan Muslim). Bekas kencing bayi wanita dicuci dan
bekas kencing bayi laki-laki dipercikkan.
Kedua: Air kencing bayi dihukumi najis tanpa
membedakan apakah bayinya laki-laki maupun perempuan, masih menyusu maupun
sudah disapih, hanya makan ASI saja maupun sudah makan makanan tambahan selain
ASI. Semuanya dihukumi najis berdasarkan dua dalil, yaitu; dalil keumuman
najisnya air kencing manusia dan dalil khusus najisnya air kencing bayi.
Dalil yang menunjukkan najisnya air kencing
manusia diantaranya adalah hadis berikut:
Dari Yahya bin Sa'id berkata, "Aku
mendengar Anas bin Malik berkata, "Seorang 'Arab badui datang lalu kencing
di sudut Masjid, maka orang-orang pun melarangnya dengan bentakan, tetapi Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mencegah mereka. Setelah orang itu selesai dari
kencingnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan disediakan setimba
air lalu disiramkan pada bekasnya." (H.R.Bukhari)
Perintah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi
Wasallam terhadap shahabat agar menuangi air kencing badui di dalam masjid
menunjukkan tempat yang terkena air kencing tersebut harus disucikan. Keharusan
mensucikan air kencing menunjukkan air kencing manusia dihukumi najis.
Adapun dalil khusus yang menunjukkan air
kencing bayi najis diantaranya adalah hadis berikut:
Dari Ummu Kurz Al Khuza'iyyah dia berkata, "Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam ditangankan kepada beliau seorang bayi laki-laki
yang kemudian mengencinginya, beliau lalu memerintahkan untuk memercikinya,
lantas sisa kencingnya itu pun diperciki air. Dan didatangkan kepada beliau
pula seorang bayi perempuan, ketika bayi itu mengencinginya, beliau
memerintahkan untuk mencucinya." (H.R.Ahmad)
Perintah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi
Wasallam untuk memerciki air kencing bayi laki-laki dan mencuci/membasuh
air kencing bayi perempuan yang mengenai beliau menunjukkan bahwa air kencing
bayi dihukumi najis tanpa membedakan bayi laki-laki maupun perempuan.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa air
kencing bayi suci dengan dalil bahwa Nabi hanya memerintahkan memerciki air
kencing bayi laki-laki, bukan membasuhnya, maka argumentasi ini tidak bisa diterima
karena perintah memerciki tidak menunjukkan suci namun hanya menunjukkan
bahwa najisnya Mukhoffafah (ringan). Lagipula Rasulullah Shallalahu
'Alaihi Wasallam memerintahkan membasuh air kencing bayi perempuan,
padahal dari segi bayi, tidak ada bedanya antara bayi laki-laki maupun
perempuan.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa air
kencing bayi laki-laki juga dibasuh sebagaimana air kencing manusia dewasa,
maka pendapat ini tidak bisa diterima karena argumentasinya adalah mengqiyaskan
pada air kencing manusia dewasa, bukan karena ada dalil tersendiri. Sementara
dalil yang shahih telah menunjukkan perlakuan khusus pada air kencing bayi
laki-laki, yaitu cukup diperciki dan diusap saja tanpa harus dibasuh/dicuci.
Hanya saja, disyaratkan bayi laki-laki tersebut
belum makan makanan tambahan apapun selain air susu ibu (ASI). Jika bayi
laki-laki tersebut telah memakan makanan tambahan selain ASI seperti pisang,
bubur, roti, sayur dll maka perlakuan khusus tersebut dicabut dan hukum air
kencingnya menjadi seperti air kencing pada umumnya yang hanya bisa disucikan
dengan cara dibasuh/dicuci sampai hilang warna, bau dan rasanya.
Dalil yang menunjukkan bahwa belum memakan
makanan adalah syarat perlakuan khusus pada air kencing bayi laki-laki adalah
hadis riwayat Bukhari berikut:
Dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa dia
datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa anaknya
yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak
kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau.
Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak
mencucinya." (H.R.Bukhari)
Qotadah memperjelas syarat ini sebagaimana
dalam hadis yang diriwatkan At-Tirmidzi berikut ini:
Dari Ali bin Abu Thalib radliallahu 'anhu
bahwasannya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda mengenai air
kencing bayi yang masih menyusu: "Pakaian yang terkena air kencing bayi
laki-laki cukup diperciki air sedangkan jika terkena air kencing bayi perempuan
maka harus dicuci." Qatadah berkata, hal ini jika keduanya belum memakan
makanan, jika sudah memakan makanan maka keduanya harus dicuci. (H.R.At-Tirmidzi)
Menurut Ibnu Syihab Az-Zuhri, ketentuan ini
telah menjadi Sunnah yang berlaku dan dilaksanakan generasi Awal. Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan:
"Dari Ibnu Syihab beliau berkata;
Telah berlaku Sunnah bahwasanya air kencing bayi yang belum makan makanan
diperciki, dan telah berlaku Sunnah untuk membasuh/mencuci air kencing
bayi yang telah memakan makanan" (H.R. Ibnu Abi Syaibah)
Yang dimaksud belum makan makanan dalam
hadis tersebut adalah belum memakan makanan tambahan selain air susu, atau
makanan tambahan yang tidak dimaksudkan sebagai makanan dan berfungsi seperti
makanan. Ibnu Hajar Al-'Asqolani berkata dalam Fathu Al-Bari:
Ucapan: "belum memakan
makanan" (dalam hadis tersebut) maksudnya adalah makanan selain susu yang
disusuinya dan kurma yang digunakan untuk mentahniknya, dan madu yang
dijilatnya untuk pengobatan atau selainnya. Jadi yang dimaksud (dalam hadis
tersebut) adalah bahwa bayi itu belum makan selain susu (ASI) saja. (Fathu Al-Bari vol 1, hlm 351)
Untuk mensucikan harus dengan air, tidak
cukup panas matahari, setrika, angin, atau mesin pengering. Hal itu dikarenakan
nash yang ada menunjukkan bahwa alat penyuci yang syar'I hanyalah air, kecuali
ada nash lain yang mengkhususkan seperti cara menyucikan jilatan anjing pada
bejana atau mensucikan kulit bangkai. Wallahua'lam.[5]
Perbedaan kenajisan kencing laki-laki dan perempuan
1.
Menurut pendapat Imam Syafi’i dan Hanafi, kencing bayi
laki-laki itu hukumnya najis mukhofafah (ringan) apabila dia belum mengkonsumsi
makanan apapun selain ASI, dan cara mensucikan najisnya itu cukup dengan
memercikkan air pada najis (air tidak harus mengalir), sedangkan hukum dari
kencing bayi perempuan itu adalah najis muthawasithoh (sedang) meskipun dia
belum mengkonsumsi makanan apapun selain ASI, itu di sebabkan karena lebih
kuatnya sifat kenajisan kencing bayi perempuan dengan kecing bayi laki-laki,
dan cara mensucikan najisnya yaitu harus di basuh atau di siram.
2.
Menurut pendapat Imam Maliki, kencing bayi perempuan
dan laki-laki yang belum mencapai 2 tahun dan belum mengkonsumsi makanan apapun
selain ASI itu hukumnya sama (najis Muthawasithoh) dan cara mensucikan najisnya
itu harus di basuh atau di siram (airnya harus mengalir)
3.
Menurut pendapat Imam Hambali, kencing bayi perempuan
dan laki-laki yang masih hanya makan ASI dan belum mencapai 2 tahun itu
hukumnya suci
IV. KESIMPULAN
Presentase
bakteri pada perempuan adalah tinggi sejak hari-hari awal usianya, tanpa
melihat perkembangan usia dan terlepas dari apakah ia sudah mulai mengonsumsi
makanan atau tidak. Adapun laki-laki maka keberadaan bakteri jauh lebih rendah
pada hari-hari pertama usianya. Dan presentase ini mulai meningkat secara
bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika melewati bulan ketiga dari
usianya, yang mana meningkatnya kemungkinan mulai peningkatan presentase
tersebut dengan mengonsumsi makanan.
Tambahan lagi, Nash-Nash yang
memerintahkan mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari air kencing bersifat
umum bagi semua air kencing dari segi air kencing manusia. Oleh karena itu air
kencing bayi termasuk keumuman lafadznya sehingga dihukumi Najis. Adapun cara
mensucikannya, maka hal ini perlu diperinci: Jika bayinya laki-laki, maka cara
mensucikannya cukup dengan cara Nadh tanpa perlu dibasuh/dicuci. Maksud Nadh
disini adalah; percikilah dengan air bagian yang terkena air kencing, kemudian
usaplah dengan air semua bagian yang terkena najis dengan usapan yang lembut,
tanpa menggosok, menekan keras, atau memeras. Mencuci atau membasuh selalu
disertai mengalirnya air sementara Nadh tidak disertai mengalirnya air.
V. PENUTUP
Demikian pemaparan makalah tentang
najis air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan, penyusun menyadari tentunya makalah ini masih banyak
kelemahan dan kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, mengharap kritik
dan saran yang membangun guna untuk makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
[1] Ahmad
Thib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk – Beluk Ibadah dalam Islam, Jakarta:
Prenada Media, 2003, hlm. 131
[2]
http://www.nooran.org/con8/Research/438.htm
[3] Sumber: الإعجاز العلمي في أحاديث التفريق بين بول الغلام الرضيع وبول الجارية dari
http://www.forsanhaq.com/showthread.php?t=242316. Diringkas, diterjemahkan dan
diposting oleh Abu Yusuf Sujono
[4] Fadlolan
Musyaffa’ Mu’thi, Islam Agama Mudah, Semarang: Syauqi Press, 2007, hlm. 193
[5] file://localhost/D:/maKul/5/IKG/Mensucikan-Najis-Air-Kencing-Bayi.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar