Kamis, 16 Januari 2014

mencari sebuah hikmah dari musisi lagu islami, yang begitu indah di balik makna lagu yang dia ciptakan...
untuk memenuhi tugas dakwah multi media
(lailatus sya'rifah/111211074)

Rabu, 15 Januari 2014

Belajar bertafakur kepada Allah swt. di setiap langkah kita

Selasa, 17 Desember 2013

KARENA PAGI ITU....



Suara adzan mulai terdengar, satu persatu masjid dan mushola di sekitar rumahku bersautan melantunkan lafad mulia itu. Rasanya mataku ini sulit untuk aku buka, ditambah hawa dingin yang menghinggapiku, aku tidak ingin bangun dan melaksanakan panggilan itu.
"Laras... Bangun, sudah subuh. Air panasnya sudah ibu taruh di kamar mandi" teriak ibuku dari ruang tamu. kamar tidurku terletak di samping ruang tamu, jadi Ibu selalu membangunkan aku tanpa masuk ke dalam kamar.
Pagi itu aku mau berangkat ke Semarang, rencana dari rumah habis subuh. Dengan rasa malasku, badan ini kupaksakan untuk beranjak dari ranjang tidurku. Berjalan menuju kamar mandi, sambil menyambar handuk yang tergantung di pintu kamarku.
“berrr…” gebyuran pertama membuat mataku terbuka lebar, meskipun ainya hangat namun karena terkena hawa dingin, cepat sekali berubah menjadi air dingin. Ngantuk yang tadi menyerangku, kini telah mengalir bersama air yang menguyur badanku.
Setelah mandi, aku langsung shalat subuh dan menata barang-barang yang akan aku bawa ke Semarang untuk menghadiri pernikahan temanku jam delapan nanti, baru pertama kali ini aku pergi sepagi ini.
“Nasi goreng dan kopi hangat sudah di atas meja, cepat dimakan mumpung belum keburu dingin” kata Ibuku sambil membuka pintu kamarku
Mendengar kata ibu, aku langsung keluar kamar, karena kebetulan aku sudah selesai mengepak barang bawaanku. Sambil memakai krudung dan berdandan untuk menata penampilanku, aku langsung melahap nasi goreng yang di buat oleh ibu.
“Jangan ngebud-ngebud pakai sepeda motornya, sudah dikasih uang saku sama bapak belum? Ntar kalau sudah sampai ngabari ibu? Pulangnya jangan malem-malem, kalau kira-kira kemaleman, nginep saja di rumah bude yang ada di Semarang, soalnya kalau sudah malam, di Muntilan jalannya sepi, memang kalau di Magelang masih rame, tetapi kalau ke sininya kan sudah jarang orang yang mau kelura malam.” petuah ibu terus menemani aktifitasku, sesekali hanya mengangguk untuk memberikan jawaban ke ibu.
“Ini jaketnya” kata bapak sambil memberikan dua jaket
“kok dua bapak?” Tanyaku
“ntar kamu bisa kena angin kalau Cuma pakai satu” kata bapak
Setelah nasi goreng dan kopi sudah berpindah semua ke dalam perutku, aku langsung memakai jaket dan mengambil tas yang akan aku bawa, tidak lupa memakai kaos kaki serta sarung tangan dan slayer untuk menutupi mulut dan hidungku. Tidak lupa sebelum pergi, aku salami pundak tangan kedua orang tuaku untuk meminta do’a restu perjalanku ke Semarang ini.
Orang tuaku mengikuti aku berjalan keluar rumah sampai di depan pintu masuk. Mereka terus mengiringi kepergianku dengan mata mereka, sampai aku berada di ujung jalan, aku masih melihat mereka di depan pintu.
Matahari mulai menampakkan pesonanya, gelap pagi tadi saat aku berangkat dari rumah mulai berganti dengan terang. Namun kabut tebal menyambut kepergianku, sehingga menambah hawa dingin yang menyelimuti sekitarku. “Beruntunglah aku memakai dua jaket, jadi badanku tidak terlalu gemeteran” kata batinku.
Aku berhenti di pom bensin, karena badanku merasa lelah untuk menyetir. Aku baru ingat kalau aku lupa membawa kado yang aku taruh di ruang tamu tadi pagi, aku langsung mengambi handphone di dalam tasku. Sebelum menekan tombol nomer ibu, untuk memastika kadoku. Aku membuka pesan masuk dari ibuku terlebih dahulu
“kadonya sudah ibu taruh di dalam jok motor, karena tidak terlalu besar jadi muat di sana. Oh za, ibu juga menaruh teremos kecil yang sudah ibu isi dengan kopi, kalau kamu istirahat di pom bensin, diminum za biar tambah fit ngendarai motornya”
Aku tersenyum simpul setelah membacanya, kini aku sadar akan perhatian orang tuaku. Sebelum pagi ini terjadi, aku sering tidak membperhatikan petuah serta makna-makna sikap yang mereka lakukan untukku. Za… karena pagi ini, aku mengerti akan ketulusan kasih sayang orang tuaku.
Aku kembali melanjutkan perjalanku menuju semarang dengan kebanggaan di hati atas kasih sayang mereka, dalam hatiku aku berucap beribu terimakasih dan minta maaf atas kesalahan diriku yang tidak memahami kasih sayang mereka.

Senin, 16 Desember 2013

Dibalik perbedaan Air Kencing Laki-laki dan Perempuan


I.       PENDAHULUAN
Di antara tujuan utama dari syari'at Islam adalah mempertahankan atau menjaga jiwa manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka datang hukum-hukum syari'at dalam masalah yang ada di masyarakat. Di antaranya hukum-hukum tersebut adalah perintah untuk membersihkan diri dan bersuci dari najis yang hakiki (seperti air kencing dll).
Syari'at Islam telah memperincikannya, karena najis-najis ini merupakan tempat di mana di dalamnya terdapat banyak sumber (penyebab) yang membahayakan, seperti halnya penyebab penyakit. Serta di dalam syariat Islam terdapat bermacam-macam pembersih atau penyuci dari najis-najis tersebut. Hal itu tergantung pada jenis najis dan bentuknya, di antara najis-najis tersebut ada yang bisa dihilangkan dan dibersihkan dengan mencucinya dengan air atau menuangkan air di atasnya. Selain itu ada pula yang dibersihkan dengan menggosoknya dengan tanah, atau dengan menghilangkan najisnya atau dengan mengubahnya ke zat lain.
Dalama syari'at Islam, najis dibagi menjadi dua, yaitu najis mughalazhah (besar/berat) dan mukhaffah (ringan). Dari pembedaan dan pembagian ini ada yang berkaitan dengan pembedaaan antara air kencing bayi laki-laki, yang hanya mengonsumi ASI saja dengan air kencing bayi perempuan. Maka syari'at Islam menjadikan air kencing bayi laki-laki sebagai bagian dari najis mukhaffah (ringan) dan cukup dibersihkan dengan percikan air di atasnya, sementara syari'at menjadikan air kencing bayi wanita sebagai bagian dari mughalazhah (besar atau berat) dan tidak sempurna cara penyucian atau pembersihannya kecuali dengan mencuci sisa-sisanya dengan air.
Ilmu pengetahuan modern telah mengungkap sebuah rahasia di antara beberapa rahasia di balik pembedaan antara air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan, dan menetapkan bahwasanya di sana ada perbedaan di antara keduanya. Dan dalam makalah ini, akan dipaparkan tentang hal-hal yang membedakan antara air kencing bayi laki-laki yang hanya mengonsumsi ASI dan bayi perempuan.
II.    RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana Hasil Penelitian Modern Tentang Kencing Bayi?
  2. Apa Sajakah Nash yang Memberitahukan Tentang Cara Mensucikan Kencing Bayi?
  3. Bagaimana Pendapat yang Beredar Tentang Najis Kencing Bayi dan Cara Mensucikannya?
III. PEMBAHASAN
Najis dibagi menjadi dua, yaitu najis haqiqi dan najis hukmi. Najis haqiqi adalah ‘ain (zat) benda yang najis dan pembersihannya dilakukan dengan air bersih. Cara menggunakannya air dan membersihkannya, yaitu ada yang cukup dengan menyiramkan air bersih saja ke bekas najis tersebut (seperti pada air kencing bayi laki-laki yang masih menyusu; seperti yang disebutkan di dalam hadist dari Ummi Qais yang Muttafaq ‘alaih dan dari Ali bin Abi Thalib yang diriwiyatkan oleh Ahmad), ada yang mencucinya dengan air sebanyak tiga kali (seperti yang dikemukakan Mazhab Hanafi dalam membersihkan air kencing), dan ada pula yang sampai tujuh kali. Sedangkan najis hukmi artinya secara hukum keadaan seseorang dianggap sebagai bernajis hingga wajib dibersihkan.
Najis haqiqi ini dibagi menjadi lima macam, yaitu; najis mughallaza (berat), najis mutawassitah (pertengahan, sedang), najis mukhaffafah (ringan), najis kering, dan najis basah.[1]
  1. Hasil Penelitian Air Kencing Bayi
Penelitian ilmiah modern yang dilakukan di bidang ini mengungkapkan adanya perbedaan antara urin (air kencing) bayi laki-laki dan bayi perempuan. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ashil Muhammad Ali dan Ahmad Muhammad Shalih dari Universitas Dohuk, Irak. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Persentase keberadaan bakteri dalam urin atau air kencing bayi dalam masa menyusu dan bayi yang baru lahir, di mana mereka mengumpulkan sampel urin bayi secara acak yang berjumlah 73 bayi (35 perempuan dan 38 laki-laki).
Kemudian mereka mengklasifikasikan ke dalam empat kelompok umur; umur di bawah satu bulan, umur satu bulan sampai dua bulan, kemudian (dari dua bulan) sampai tiga bulan dan kemudian lebih dari tiga bulan dengan kemungkinan meningkatnya konsumsi makanan. Sampel dikumpulkan dan langsung diperiksa, dengan mempertimbangkan kemungkinan tingkat maksimum sterilisasi dan menghindari kontaminasi.
Dalam penelitian tersebut menggunakan metode Dr. Hans Christian Gram, yang ditemukan pada tahun 1884 dalam pewarnaan bakteri (metode Gram staining), di mana warna ungu menunjukkan bakteri Gram positif dan warna merah untuk negatif. Semua sampel yang diuji dengan memilih bidang bakteri mikroskopis untuk menghitung jumlah bakteri dengan menggunakan standar pembesaraan 100 kali lipat. Ditemukan bahwa semua Gram negatif, dan diklasifikasikan bahwa ia masuk sebagai bakteri Escherichia Coli.
Artinya adalah sebagai berikut:
Pertama: Pada kelompok usia nol sampai 30 hari, presentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 95,44% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 41,9 sedangkan pada bidang yang sama untuk bayi laki-laki hanya berjumlah 2 saja.
Kedua: Pada kelompok umur (dari satu bulan sampai dua bulan) presentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 91,48% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 24,1 sementara jumlah dalam bayi laki-laki hanya 2,25.
Ketiga: Pada kelompok usia 2-3 bulan, presentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 93,69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 24,1 sementara jumlah pada kasus bayi laki-laki hanya 1,6.
Keempat: Pada kelompok usia lebih dari 3 bulan, presentase bakteri dalam urin bayi perempuan 69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan 13,9 sementara dalam kasus urin bayi laki-laki jumlahnya 6,8. Dan di antara perbandingan di antara jenis yang sama kita cermati bahwa presentase jumlah bakteri pada perempuan (urin bayi perempuan) terus menurun dengan bertambahnya usia, di mana presentase tersebut pada kelompok usia kurang dari satu bulan adalah 41,9, sedangkan pada kelompok usia di atas tiga bulan kita cermati bahwa prosentasenya turun menjadi 13,9 bertolak belakang dengan apa yang diamati pada laki-laki. Di mana presentase bakteri dalam kelompok usia kurang dari dua bulan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang ada pada kelompok usia di atas tiga bulan ( yaitu 6,8).
Di simpulkan dari hal ini bahwa presentase bakteri pada perempuan adalah tinggi sejak hari-hari awal usianya, tanpa melihat perkembangan usia dan terlepas dari apakah ia sudah mulai mengonsumsi makanan atau tidak. Adapun laki-laki maka keberadaan bakteri jauh lebih rendah pada hari-hari pertama usianya. Dan presentase ini mulai meningkat secara bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika melewati bulan ketiga dari usianya, yang mana meningkatnya kemungkinan mulai peningkatan presentase tersebut dengan mengonsumsi makanan .[2]
Dalam penelitian lain, Dr Shalahuddin Badr menetapkan bahwa di sana ada perbedaan antara urin bayi laki-laki yang masih menyusu dengan urin perempuan. Dan kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: Ilmu pengetahuan pada hari ini menetapkan bahwa urin mengandung bakteri pathogen dalam jumlah yang besar, yang menyebabkan penularan banyak jenis penyakit ganas.
Di antara bakteri ini adalah: Bakteri E. coli (Escherichia Coli), staphylococcus, difteri, bakteri streptokokus, jamur candida, dan lain-lain. Oleh sebab itu wajib mencuci, membersihkan tubuh dan pakaian dari urin ini sehingga tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari jenis bakteri pathogen ini.
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa urin anak yang baru lahir adalah steril, dan tidak ada bakteri jenis apapun di dalamnya, tapi kemudian setelah itu ia membawa bakteri, dan kebanyakan kontaminasi bakteri berasal dari saluran pencernaan.
Dan Dr. Shalahuddin dalam penelitiannya menegaskan bahwa urin bayi laki-laki yang masih menyusu, yang hanya mengonsumsi ASI saja (susu alami) tidak mengandung bakteri jenis apapun. Sementara pada bayi perempuan yang masih menyusu mengandung beberapa jenis bakteri, dan dia mengembalikan hal ini kepada perbedaan jenis kelamin.
Hal ini disebabkan oleh saluran kencing perempuan lebih pendek daripada saluran pada laki-laki, di samping adanya sekresi kelenjar prostat yang ada pada laki-laki, yang berperan untuk membunuh kuman. Oleh karena itu urin bayi laki-laki yang belum memakan makanan tidak mengandung bakteri berbahaya. Dan sebagai akibat dari perbedaan anatomi sistem pembuangan urin pada perempuan dan laki-laki, maka perempuan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri dibandingkan laki-laki. Maka suatu hal yang mudah untuk berpindahnya bakteri ke kandung kemih pada wanita, terutama bakteri yang berpindah dari ujung sistem pencernaan dan berhubungan dengan saluran kemih, dan kebanyakan bakteri tersebut adalah bakter coliform. Hal itu karena struktur anatomi sistem pembuangan urin, dan kecilnya saluran kemih jika dibandingkan dengan sistem pada laki-laki.
Ilmu pengetahuan hari ini telah mengungkap bahwa menyusui bayi dengan selain ASI, seperti susu formula atau dengan makanan lainnya, baik yang alami maupun buatan menyebabkan terjadinya kontaminasi urin, dimana ASI mencegah keberadaan bakteri coliform dalam urinnya. Selain itu ada beberapa jenis sukrosa di dalam ASI yang mencegah menempelnya bakteri tersebut sel epitel di dalam sistem kemih, yang menyebabkan tidak terjadinya kontaminasi urin dengan bakteri coliform, dan dengan demikian urin menjadi steril (Diringkas dari British Medical Journal).
Dari sini bisa dilihat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengetahui hal tersebut semenjak 14 abad yang lalu, padahal di zaman beliau shallallahu 'alaihi wasallam belum ada mikroskop dan alat-alat penelitian canggih yang lainnya. Ini semakin menguatkan iman kita akan kebenaran ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bahwasanya yang beliau bawa adalah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan juga membuktikan kepada Barat dari kalangan orang kafir dan orang-orang yang kagum pada mereka bahwa ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah wahyu dari Allah, bukan karangan beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Maka tidaklah kalian beriman? Wallahu Ta'ala A'lam.
” Air kencing bayi laki-laki (dibersihkan dengan) disiram/diperciki air dan air kencing bayi perempuan dicuci,” Qatadah rahimahullah berkata:” Ini kalau keduanya belum memakan makanan, sedangkan jika sudah memakan makanan maka dicuci air kencing dari keduanya,” (HR. Ahmad dalam Musnad beliau no. 563, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Ta’liq beliau terhadap al-Musnad). [3] Meskipun begitu, dikalangan ulama masih ada perdebatan dalam menghukumi najis ini.[4]
B.     Tanya jawab di dalam internet
Pertama: Hukum najisnya air kencing anak bayi laki-laki yang belum makan, ada perbedaan pendapat di dalamnya antara kelompok yang menajiskan dengan yang tidak menajiskan. Menurut Asy-Syafi`iy: sama-sama menganggap bahwa air kencing anak bayi laki-laki yang belum sempat memakan apapun kecuali air susu ibunya termasuk najis yang ringan. Untuk mensucikannya cukup dengan dipercikan air pada tempat pakaian yang kena air kencingnya. Hal yang sama juga berlaku pada muntahnya. (lihat Muhgni AL-Muhtaj 1:84, Kasysyaf Al-Qanna` 1 :217 dan Al-Muhazzab 1:49). Dalil yang digunakan adalah hadits berikut: Dari Ummi Qais binti Mihshan bahwa dia membawa anak bayi laki-lakinya yang belum makan apa-apa dan didudukkan oleh Rasulullah SAW di kamarnya, lalu anak itu kencing di baju beliau. Rasulullah SAW meminta diambilkan air dan dipercikkan air itu tanpa dicuci. (HR Bukhari dan Muslim). Bekas kencing bayi wanita dicuci dan bekas kencing bayi laki-laki dipercikkan.
Kedua: Air kencing bayi dihukumi najis tanpa membedakan apakah bayinya laki-laki maupun perempuan, masih menyusu maupun sudah disapih, hanya makan ASI saja maupun sudah makan makanan tambahan selain ASI. Semuanya dihukumi najis berdasarkan dua dalil, yaitu; dalil keumuman najisnya air kencing manusia dan dalil khusus najisnya air kencing bayi.
Dalil yang menunjukkan najisnya air kencing manusia diantaranya adalah hadis berikut:
Dari Yahya bin Sa'id berkata, "Aku mendengar Anas bin Malik berkata, "Seorang 'Arab badui datang lalu kencing di sudut Masjid, maka orang-orang pun melarangnya dengan bentakan, tetapi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencegah mereka. Setelah orang itu selesai dari kencingnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan disediakan setimba air lalu disiramkan pada bekasnya." (H.R.Bukhari)
Perintah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam terhadap shahabat agar menuangi air kencing badui di dalam masjid menunjukkan tempat yang terkena air kencing tersebut harus disucikan. Keharusan mensucikan air kencing menunjukkan air kencing manusia dihukumi najis.
Adapun dalil khusus yang menunjukkan air kencing bayi najis diantaranya adalah hadis berikut:
Dari Ummu Kurz Al Khuza'iyyah dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditangankan kepada beliau seorang bayi laki-laki yang kemudian mengencinginya, beliau lalu memerintahkan untuk memercikinya, lantas sisa kencingnya itu pun diperciki air. Dan didatangkan kepada beliau pula seorang bayi perempuan, ketika bayi itu mengencinginya, beliau memerintahkan untuk mencucinya." (H.R.Ahmad)
Perintah Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam untuk memerciki air kencing bayi laki-laki dan mencuci/membasuh air kencing bayi perempuan yang mengenai beliau menunjukkan bahwa air kencing bayi dihukumi najis tanpa membedakan bayi laki-laki maupun perempuan.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa air kencing bayi suci dengan dalil bahwa Nabi hanya memerintahkan memerciki air kencing bayi laki-laki, bukan membasuhnya, maka argumentasi ini tidak bisa diterima karena perintah memerciki tidak menunjukkan suci namun hanya menunjukkan bahwa  najisnya Mukhoffafah (ringan). Lagipula Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan membasuh air kencing bayi perempuan, padahal dari segi bayi, tidak ada bedanya antara bayi laki-laki maupun perempuan.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa air kencing bayi laki-laki juga dibasuh sebagaimana air kencing manusia dewasa, maka pendapat ini tidak bisa diterima karena argumentasinya adalah mengqiyaskan pada air kencing manusia dewasa, bukan karena ada dalil tersendiri. Sementara dalil yang shahih telah menunjukkan perlakuan khusus pada air kencing bayi laki-laki, yaitu cukup diperciki dan diusap saja tanpa harus dibasuh/dicuci.
Hanya saja, disyaratkan bayi laki-laki tersebut belum makan makanan tambahan apapun selain air susu ibu (ASI). Jika bayi laki-laki tersebut telah memakan makanan tambahan selain ASI seperti pisang, bubur, roti, sayur dll maka perlakuan khusus tersebut dicabut dan hukum air kencingnya menjadi seperti air kencing pada umumnya yang hanya bisa disucikan dengan cara dibasuh/dicuci sampai hilang warna, bau dan rasanya.
Dalil yang menunjukkan bahwa belum memakan makanan adalah syarat perlakuan khusus pada air kencing bayi laki-laki adalah hadis riwayat Bukhari berikut:
Dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa dia datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya." (H.R.Bukhari)
Qotadah memperjelas syarat ini sebagaimana dalam hadis yang diriwatkan At-Tirmidzi berikut ini:
Dari Ali bin Abu Thalib radliallahu 'anhu bahwasannya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda mengenai air kencing bayi yang masih menyusu: "Pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki cukup diperciki air sedangkan jika terkena air kencing bayi perempuan maka harus dicuci." Qatadah berkata, hal ini jika keduanya belum memakan makanan, jika sudah memakan makanan maka keduanya harus dicuci. (H.R.At-Tirmidzi)
Menurut Ibnu Syihab Az-Zuhri, ketentuan ini telah menjadi Sunnah yang berlaku dan dilaksanakan generasi Awal. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:
"Dari Ibnu Syihab beliau berkata; Telah berlaku Sunnah bahwasanya air kencing bayi yang belum makan makanan diperciki, dan telah berlaku Sunnah  untuk membasuh/mencuci air kencing bayi yang telah memakan makanan" (H.R. Ibnu Abi Syaibah)
Yang dimaksud belum makan makanan dalam hadis tersebut adalah belum memakan makanan tambahan selain air susu, atau makanan tambahan yang tidak dimaksudkan sebagai makanan dan berfungsi seperti makanan. Ibnu Hajar Al-'Asqolani berkata dalam Fathu Al-Bari:
Ucapan: "belum memakan makanan" (dalam hadis tersebut) maksudnya adalah makanan selain susu yang disusuinya dan kurma yang digunakan untuk mentahniknya, dan madu yang dijilatnya untuk pengobatan atau selainnya. Jadi yang dimaksud (dalam hadis tersebut) adalah bahwa bayi itu belum makan selain susu (ASI) saja. (Fathu Al-Bari vol 1, hlm 351)
Untuk mensucikan harus dengan air, tidak cukup panas matahari, setrika, angin, atau mesin pengering. Hal itu dikarenakan nash yang ada menunjukkan bahwa alat penyuci yang syar'I hanyalah air, kecuali ada nash lain yang mengkhususkan seperti cara menyucikan jilatan anjing pada bejana atau mensucikan kulit bangkai. Wallahua'lam.[5]
Perbedaan kenajisan kencing laki-laki dan perempuan
1.      Menurut pendapat Imam Syafi’i dan Hanafi, kencing bayi laki-laki itu hukumnya najis mukhofafah (ringan) apabila dia belum mengkonsumsi makanan apapun selain ASI, dan cara mensucikan najisnya itu cukup dengan memercikkan air pada najis (air tidak harus mengalir), sedangkan hukum dari kencing bayi perempuan itu adalah najis muthawasithoh (sedang) meskipun dia belum mengkonsumsi makanan apapun selain ASI, itu di sebabkan karena lebih kuatnya sifat kenajisan kencing bayi perempuan dengan kecing bayi laki-laki, dan cara mensucikan najisnya yaitu harus di basuh atau di siram.
2.      Menurut pendapat Imam Maliki, kencing bayi perempuan dan laki-laki yang belum mencapai 2 tahun dan belum mengkonsumsi makanan apapun selain ASI itu hukumnya sama (najis Muthawasithoh) dan cara mensucikan najisnya itu harus di basuh atau di siram (airnya harus mengalir)
3.      Menurut pendapat Imam Hambali, kencing bayi perempuan dan laki-laki yang masih hanya makan ASI dan belum mencapai 2 tahun itu hukumnya suci
IV. KESIMPULAN
Presentase bakteri pada perempuan adalah tinggi sejak hari-hari awal usianya, tanpa melihat perkembangan usia dan terlepas dari apakah ia sudah mulai mengonsumsi makanan atau tidak. Adapun laki-laki maka keberadaan bakteri jauh lebih rendah pada hari-hari pertama usianya. Dan presentase ini mulai meningkat secara bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika melewati bulan ketiga dari usianya, yang mana meningkatnya kemungkinan mulai peningkatan presentase tersebut dengan mengonsumsi makanan.
Tambahan lagi, Nash-Nash yang memerintahkan mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari air kencing bersifat umum bagi semua air kencing dari segi air kencing manusia. Oleh karena itu air kencing bayi termasuk keumuman lafadznya sehingga dihukumi Najis. Adapun cara mensucikannya, maka hal ini perlu diperinci: Jika bayinya laki-laki, maka cara mensucikannya cukup dengan cara Nadh tanpa perlu dibasuh/dicuci. Maksud Nadh disini adalah; percikilah dengan air bagian yang terkena air kencing, kemudian usaplah dengan air semua bagian yang terkena najis dengan usapan yang lembut, tanpa menggosok, menekan keras, atau memeras. Mencuci atau membasuh selalu disertai mengalirnya air sementara Nadh tidak disertai mengalirnya air.
V.    PENUTUP
Demikian pemaparan makalah tentang najis air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan, penyusun menyadari tentunya makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, mengharap kritik dan saran yang membangun guna untuk makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


[1] Ahmad Thib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk – Beluk Ibadah dalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 131
[2] http://www.nooran.org/con8/Research/438.htm
[3] Sumber: الإعجاز العلمي في أحاديث التفريق بين بول الغلام الرضيع وبول الجارية dari http://www.forsanhaq.com/showthread.php?t=242316. Diringkas, diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono
[4] Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Islam Agama Mudah, Semarang: Syauqi Press, 2007,  hlm. 193
[5] file://localhost/D:/maKul/5/IKG/Mensucikan-Najis-Air-Kencing-Bayi.htm

Jumat, 30 Desember 2011

harga bros

Kode
Harga
1 Rp.3.000,00
2 Rp.3.000,00
4 Rp.3.000,00
5 Rp.2.000,00
6 Rp.2.500,00
7 Rp.1.000,00
8 Rp.1.000,00
9 Rp.1.000,00
10 Rp.3.000,00
11 Rp.3.000,00
12 Rp.2.500,00

bros

1


2

3

4

5

6

7

8

9

10

11