Suara adzan
mulai terdengar, satu persatu masjid dan mushola di sekitar rumahku bersautan
melantunkan lafad mulia itu. Rasanya mataku ini sulit untuk aku buka, ditambah
hawa dingin yang menghinggapiku, aku tidak ingin bangun dan melaksanakan
panggilan itu.
"Laras... Bangun, sudah subuh.
Air panasnya sudah ibu taruh di kamar mandi" teriak ibuku dari ruang tamu.
kamar tidurku terletak di samping ruang tamu, jadi Ibu selalu membangunkan aku
tanpa masuk ke dalam kamar.
Pagi itu
aku mau berangkat ke Semarang, rencana dari rumah habis subuh. Dengan rasa
malasku, badan ini kupaksakan untuk beranjak dari ranjang tidurku. Berjalan
menuju kamar mandi, sambil menyambar handuk yang tergantung di pintu kamarku.
“berrr…”
gebyuran pertama membuat mataku terbuka lebar, meskipun ainya hangat namun
karena terkena hawa dingin, cepat sekali berubah menjadi air dingin. Ngantuk
yang tadi menyerangku, kini telah mengalir bersama air yang menguyur badanku.
Setelah
mandi, aku langsung shalat subuh dan menata barang-barang yang akan aku bawa ke
Semarang untuk menghadiri pernikahan temanku jam delapan nanti, baru pertama
kali ini aku pergi sepagi ini.
“Nasi goreng dan kopi hangat sudah
di atas meja, cepat dimakan mumpung belum keburu dingin” kata Ibuku sambil
membuka pintu kamarku
Mendengar
kata ibu, aku langsung keluar kamar, karena kebetulan aku sudah selesai
mengepak barang bawaanku. Sambil memakai krudung dan berdandan untuk menata
penampilanku, aku langsung melahap nasi goreng yang di buat oleh ibu.
“Jangan
ngebud-ngebud pakai sepeda motornya, sudah dikasih uang saku sama bapak belum?
Ntar kalau sudah sampai ngabari ibu? Pulangnya jangan malem-malem, kalau
kira-kira kemaleman, nginep saja di rumah bude yang ada di Semarang, soalnya
kalau sudah malam, di Muntilan jalannya sepi, memang kalau di Magelang masih
rame, tetapi kalau ke sininya kan sudah jarang orang yang mau kelura malam.”
petuah ibu terus menemani aktifitasku, sesekali hanya mengangguk untuk
memberikan jawaban ke ibu.
“Ini jaketnya” kata bapak sambil
memberikan dua jaket
“kok dua bapak?” Tanyaku
“ntar kamu bisa kena angin kalau
Cuma pakai satu” kata bapak
Setelah
nasi goreng dan kopi sudah berpindah semua ke dalam perutku, aku langsung
memakai jaket dan mengambil tas yang akan aku bawa, tidak lupa memakai kaos
kaki serta sarung tangan dan slayer untuk menutupi mulut dan hidungku. Tidak
lupa sebelum pergi, aku salami pundak tangan kedua orang tuaku untuk meminta
do’a restu perjalanku ke Semarang ini.
Orang tuaku
mengikuti aku berjalan keluar rumah sampai di depan pintu masuk. Mereka terus
mengiringi kepergianku dengan mata mereka, sampai aku berada di ujung jalan,
aku masih melihat mereka di depan pintu.
Matahari
mulai menampakkan pesonanya, gelap pagi tadi saat aku berangkat dari rumah
mulai berganti dengan terang. Namun kabut tebal menyambut kepergianku, sehingga
menambah hawa dingin yang menyelimuti sekitarku. “Beruntunglah aku memakai dua
jaket, jadi badanku tidak terlalu gemeteran” kata batinku.
Aku
berhenti di pom bensin, karena badanku merasa lelah untuk menyetir. Aku baru
ingat kalau aku lupa membawa kado yang aku taruh di ruang tamu tadi pagi, aku
langsung mengambi handphone di dalam tasku. Sebelum menekan tombol nomer ibu,
untuk memastika kadoku. Aku membuka pesan masuk dari ibuku terlebih dahulu
“kadonya
sudah ibu taruh di dalam jok motor, karena tidak terlalu besar jadi muat di
sana. Oh za, ibu juga menaruh teremos kecil yang sudah ibu isi dengan kopi,
kalau kamu istirahat di pom bensin, diminum za biar tambah fit ngendarai
motornya”
Aku
tersenyum simpul setelah membacanya, kini aku sadar akan perhatian orang tuaku.
Sebelum pagi ini terjadi, aku sering tidak membperhatikan petuah serta
makna-makna sikap yang mereka lakukan untukku. Za… karena pagi ini, aku
mengerti akan ketulusan kasih sayang orang tuaku.
Aku kembali melanjutkan
perjalanku menuju semarang dengan kebanggaan di hati atas kasih sayang mereka,
dalam hatiku aku berucap beribu terimakasih dan minta maaf atas kesalahan
diriku yang tidak memahami kasih sayang mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar